Nasionalisme Negeri Impian

masukan, kehidupan, anggapan rakyat terhadap negri impian

Senin, 14 Februari 2011

Coretan ini ku Tujukan Kepada Orang yang Banyak Dicari

Semua orang mencari dirimu. Bukan hanya para pejabat tinggi yang mencarimu, tapi juga pejabat rendah, menengah, dan pejabat-pejabat yang lain (hahaha). Bukan hanya para pejabat, tapi juga pengemis, pemulung, fakir miskin, budak, babu, pengangguran, gelandangan, dan semuanya.
Jangankan mereka, pelajar TK saja mencarimu, bahkan sampai mahasiswa mencarimu. (Huh… aku jadi pengen nich, dicari-cari, hhehe…)
Bukan hanya pejabat, pelajar, dan orang miskin, tapi hingga aparat keamanan kesusahan mencarimu. Kasihan tuh mereka mencarimu.
Tahu gak kenapa kamu dicari??? Karena kamu dzalim, menaruh bukan pada tempatnya tapi mengambil yang bukan haknya. Jadi mereka jengkel denganmu. Mereka sih gak gemen-gemen memberi jabatan ke kamu. Entah kelas kakap, kelas teri, tikus berdasi, pemakan kertas, dan seterusnya. Kamu juga sih yang lupa dengan cita-citamu.
Ingat gak ketika kamu kecil. Kamu selalu didoakan sama ibu biar jadi anak yang pintar, berguna bagi negeri ini, selalu bermanfaat untuk orang banyak, selalu ditanya cita-citamu. Padahal para ibu mengerti kalau kamu belum bisa bicara, tapi kamu sudah ditanya seperti itu.
Dan jika kamu perlu ingat, ketika di SD kamu bersama teman-temanmu membuat suatu cita-cita bersama ingin merasakan kebahagiaan bersama. Dan suatu di SMP yang penuh warna, kamu mulai membentuk jati diri untuk cita-citamu dengan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di SMPmu. Tujuanmu jelas, terarah, semua mendukungmu. Kamulah yang terbaik, kamu menjadi tauladan yang dicari banyak anak-anak di desamu.

Dan apakah kau ingat ketika kamu punya cita-cita dengan gadis sebayamu di SMA. Dia ingin bersama, memajukan Negara ingin selalu bersama, tak pernah berpisah membuat sesuatu tuk jadi yang terbaik.
Semua cita-citamu sudah terlihat dan sekarang kamu sukses tanpa disadari oleh hati tersucimu. Kamu melakukan hal yang tak sepatutnya dilakukan.
Kamu telah memakan yang bukan hakmu. Para petani, pengemis, gelandangan, polisi, dan para WNI telah membayar pajak. Mereka menjual setengah cairan di tubuhnya, menjual tenaganya hanya untuk Rp 23.000 jam 07.00-17.00 wib. Hanya untuk hidup dan membayar pajak, tapi banyak yang kecewa dari pihak petani ini, karena dia merasa kalau uang yang diberikan kepada pengelola Negara diambil dengan entengnya oleh tikus berdasi.
Semua orang pasti mengerti tentang dirimu si Tikus Berdasi. Hidupmu seakan makan apapun yang kamu lihat, sama sekali tidak memikirkan rakyat kecil, martabat negara, orang tua, dan juga harga diri. Daripada mencuri mendingan ikut mencari uang dengan cara mulung. Kenapa, malu?? Gengsi??, justru kerjaanmulah yang memalukan, lebih baik kamu minta uang kepada pengemis daripada kamu korupsi uang pengemis.

Beliau tidak tahu berapa jumlah pengemis di desa, beliau juga tidak tahu apakah pengamen termasuk pengemis, beliau hanya mengira-ngira bagaimana cara mereka mendapatkan uang dari dahulu hingga sekarang beliau selalu berkata, “ada sekitar …, beberapa …, kurang lek …, petani di Indonesia, pengemis di Indonesia”. Pada dasarnya beliau tidak tahu jumlah pastinya. Jadi, hanya mengira-ngira saja. Tahukah ada tawuran antar desa. Di kecamatan terpencil berapa juta kerusakan yang terjadi, apakah engkau tahu, siapa yang mau ganti rugi atas uang yang hilang, dan apakah beliau tahu pekerjaan apa yang dilakukan oleh warga sekitar untuk memenuhi kebutuhan, pasti jawabnya, “petani, karena disekitar ada sawah-sawah dan ladang-ladang”. Bukan itulah yang kami kerjakan disini, tidak semua warga disini petani, karena cuma beberapa saja yang punya ladang atau sawah sedangkan sebagian wiraswasta.


Buruh tani, itulah kerjaan mereka dan juga cara swasta tadi, pasti gak ngerti. Cobalah sekali-kali kedesa bertanya-tanya tentang warga miskin, daripada mengandalkan anak buah, pakai acara reporter-reporter dan masuk TV pula, selalu dikawal kemana-mana gak berani sendiri, mencari data pun minta tolong orang, hhihi… ^_^. Emang sih itu makhluk sosial. Ya ya ya…
Tapi emang benar semua yang beliau katakan, sekecil apapun pasti dapat kritikan seperti yang tadi... dan sekarang yang kita bahas adalah tentang perkataan “ sudah 7 tahun gaji presiden tidak naik”. Dari kata itulah saya sebagai salah satu desa terpencil yang miskin mencoba untuk mengungkapkan perasaan lewat esay yang kubuat seperti yang tertera di atas. “daripada gaji pemerintah dinaikkan, apakah tidak lebih baik gaji digunakan pembangunan pasar, supaya para pedagang kaki lima tidak berjualan di tepi jalan yang dapat mengakibatkan kecelakaan dan menimbulkan tak sedikit korban kematian. Terus digunakan untuk bantuan rakyat miskin”. Hahaha... (maunya) 0_0.


Bukan minta uang niat kami, tapi apakah beliau tahu apa yang dimakan setiap hari “nasi, ubi, umbi-umbian”, iya kalau ada, kalau Cuma makan angin dan minum liur. Tapi berkta dialah beliau jadi presiden. Menggunakan hak pilihnya yang sah (masih kurang, pikir???)
Coba lihat Jejak Petualang di Trans7, Andai Aku Menjadi di Trans, mereka merasakan kehidupan dihutan, sulitnya mencari makan, susahnya hidup tanpa gaji. Mereka yang tanpa gaji akan sedih jika tahu kalau beliau meminta naik gaji. Coba saja kalau mintanya bukan naik gaji tapi SEKOLAH BENAR-BENAR GRATIS. Tidak ada uang gedung, saran prasarana, semuanya GRATIS. Mungkin tidak ada lagi gelandangan, pengemis muda, dan sebagainya.


Yah..! benar sekali, manusia memang tempatnya tidak puas. Tapi kalau menganiaya orang tanpa disengaja dan tahu kalau menganiaya masih kurang puas??. Kita perlu tahu hai Manusia, yang ada hukum rimba masih hidup di negara Indonesia ini. “Yang kuat yang kuasa”. Tapi gak harus haus uang atau apalah..
Semua yang tertera di atas adalah pikiran, perasaan yang dipahami rakyat jelata. Dan kami tidak tahu untuk apa uang dari kenaikan gaji tersebut ntar buat pembangunan negara secara individual atau apa. Kami tidak tahu, yang jelas bagi kami yang tak bergaji ini, engkau mengambil uang atau gaji yang bukan hakmu. Daripada beliau yang naik gaji, mending kami, untuk kebutuhan hidup nanti setelah kami selesai atau cukup sisanya disetiap bulan saya kasih ke beliau. Khan memakmurkan. Kami dapat jatah pula. Iya, khan...


0 komentar:

Posting Komentar